no fucking license
Bookmark

KARAKTERISTIK SISWA SEKOLAH DASAR

Advertisement

KARAKTERISTIK SISWA SEKOLAH DASAR

A. Kompetensi Inti

Menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, kultural, emosional, dan intelektual.

B. Kompetensi Dasar

Memahami karateristik perkembangan intelektual, potensi, kemampuan awal, dan kesulitan peserta didik dalam lima mata pelajaran SD/MI. Adapun indikator pencapaian kompetensi sebagai berikut:

1. Menelaah karakteristik peserta didik usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaran
2. Memetakan potensi peserta didik usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaran
3. Menentukan kemampuan awal peserta didik usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaran
4. Mendiagnosis kesulitan peserta belajar usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaran

C. Uraian Materi

Siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan individu aktif dengan berbagai karakteristiknya, sehingga dalam proses pembelajaran terjadi interaksi timbal balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Oleh karena itu, salah satu dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah memahami karakteristik anak didik, sehingga tujuan pembelajaran, materi yang disiapkan, dan metode yang dirancang untuk menyampaikannya sesuai dengan karakteristik siswa.

Teori perkembangan menurut Jean Piaget (Harre dan Lamb, 1988). Teori-teorinya dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil pengamatan pembicaraanya dengan anak atau antar anak-anak sendiri. Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat tahap, yaitu:

a. Sensori-motor (0 – 2 tahun)
b. Pra-operasional (2 – 7 tahun)
c. Operasional konkret (7 – 11 tahun)
d. Operasi formal (11 tahun – ke atas)

Semua anak melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda. Jadi, mungkin saja seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional konkret, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun masih pada tingkat pra-operasional dalam cara berpikir. Tetapi, urutan perkembangan intelektual sama untuk semua anak. Struktur-struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya.

1. Tingkat Sensori-motor

Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja. Tingkat sensori-motor menepati dua tahun pertama dalam kehidupan. Selama periode ini anak mengatur alamnya dengan indera-inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Selam periode ini bayi tidak mempunyai konsepsi “object permanence”. Bila suatu benda disembunyikan, ia gagal untuk menemukannya. Sambil pengalamannya bertambah, sampai mendekati akhir periode ini, bayi itu menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu masih ada, dan ia mulai mencarinya sesudah dilihatnya benda itu disembunyikan.

2. Tingkat Pra-operasional

Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berfikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas. Tingkat ini ialah umur antara dua hingga 7 tahun. Periode ini disebut pra-operasional, karena pada umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental, seperti yang telah dikemukakan terdahulu, yaitu menambah, mengurangi, dan lain-lain.

3. Tingkat Operasional Konkret

Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi. Periode operasional konkret adalah antara umur 7 – 11 tahun. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional. Ini berarti, anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. Bila menghadapi suatu pertentangan antara pikiran dan persepsi, anak dalam periodeoperasional konkret memilih pengambilan keputusan logis, dan bukan keputusan perseptual seperti anak pra-operasional. Operasi-operasi dalam periode ini terikat pada pengalaman perorangan dan konkret, bukan operasi-operasi formal.
[ads-post]
4. Tingkat Operasional Formal
Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi, seperti berfikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berfikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah. Pada umur kira-kira 11 tahun, timbul periode operasi baru. Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode ini ialah bahwa ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret; ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak.

Lebih lanjut Piaget (1950), menyatakan bahwa setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut, jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang atau ekuilibrasi. Dengan cara seperti itu dan terjadi secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret. Pada tahapan tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) mulai berpikir secara operasional, (3) mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) memahami konsepsubstansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Sedangkan perkembangan emosi anak usia sekolah dasar antara lain anak telah dapat: (1) mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, (2) mengontrol emosi, (3) berpisah dengan orang tua, dan (4) belajar tentang benar dan salah.

Kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: konkrit, integratif, dan hirarkis. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang nyata, yakni segala sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan dikotak-katik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.

Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Integratif, pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. Sedangkan hirarkis, pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.

Berdasarkan karakteristik perkembangan peserta didik anak usia sekolah dasar tersebut, maka guru sekolah dasar harus mampu mengidentifikasi potensi, pengetahuan awal, dan mendiagnosis kesulitan peserta didik dalam pembelajaran lima mata pelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Selanjutnya identifikasilah potensi, kemampuan awal, dan kesulitan peserta didik dalam lima mata pelajaran, dan tambahkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Potensi, kemampuan awal, dan kesulitan peserta didik dalam lima mata pelajaran
No  Mata Pelajaran Potensi Peserta didik Kemampuan Awal Kesulitan Belajar
1
Matematika
Mampu mengelompokkan objek berdasarkan karakteristiknya (bentuk, ukuran, dan warna)
Contoh potensi dalam matematika
Mampu melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan
Contoh kemampuan awal dalam matematika lainnya
.................................
Kesulitan melakukan operasi perkalian jika tidak menguasai penjumlahan dan pengurangan
Contoh kesulitan belajar dalam matematika lainnya
2 Bahasa Indonesia Menyampaikan gagasan menggunakan bahasa ibu
Contoh potensi dalam bahasa Indonesia lainnya
..................................................................
Mampu menyampaikan gagasan tentang objek yang diamati
Contoh kemampuan awal dalam bahasa indonesia lainnya
..................................................................
Kesulitan menyampaikan gagasan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Contoh kesulitan belajar dalam bahasa Indonesia lainnya ......................................................................
3 IPA Memiliki pengalaman penerapan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari
Contoh potensi dalam IPA lainnya ..................................................................
Mampu membedakan lingkungan sehat dan tidak sehat
Contoh kemampuan awal dalam IPA lainnya
................................. .................................
Kesulitan berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan di sekolah
Contoh kesulitan belajar dalam IPA lainnya
......................................................................
4 IPS Memiliki pengalaman kebersamaan hidup dalam masyarakat
Contoh potensi dalam IPS lainnya
..................................................................
Mampu mengkomunikasikan identitas diri dan keluarga
Contoh kemampuan awal dalam IPS lainnya ................................. .................................
Kesulitan berkomunikasi dan sosialisasi di lingkungan sekolah
Contoh kesulitan belajar dalam IPS lainnya ......................................................................
5 PKn Memiliki pengalaman berdasarkan keteladanan dalam keluarga
Contoh potensi dalam PKn lainnya
.................................
Mampu membedakan perilaku yang baik dan tidak baik di dalam keluarga
Contoh kemampuan awal dalam PKn lainnya ................................. .................................
Kesulitan membiasakan perilaku baik di lingkungan sekolah
Contoh kesulitan belajar dalam PKn lainnya
......................................................................
Advertisement
Advertisement
Posting Komentar

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungannya.
1. Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang baik
3. Mohon untuk berkomentar 1 kali saja untuk topik yang sama.
4. Setiap komentar yang dikirim menunggu persetujuan Admin untuk di terbitkan.